yang menginginkan filenya bisa di-download di sini
MAKALAH
KAPITA SELEKTA
PENDIDIKAN
KARAKTER DI INDONESIA
Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Kimia dengan
Dosen Pengampu Togu Gultom, M. Si dan Marfuatun M. Si
Disusun Oleh :
Nurul Kurniati Rahayu
09303241012
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan
telah termuat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem dan
iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak
mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan
bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Sementara itu, UU No 20 2003 tentang Sisdiknas menyatakan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Berangkat dari hal tersebut di atas, secara formal upaya
menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada
pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan
yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis
akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat.
Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya
tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa. Dalam pemberian pendidikan
karakter bangsa di
sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang
berkembang. Pertama, bahwa pendidikan
karakter bangsa diberikan
berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi
dalam mata pelajaran PKn, pendidikan Agama, dan pelajaran lain yang relevan.
Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua
mata pelajaran.
Menyikapi hal tersebut diatas, penulis lebih memilih pada
pendapat yang ketiga. Untuk itu dalam makalah ini penulis mengambil judul
" Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Implementasi
Keterpaduan Pembelajaran"
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan
yang terurai diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah pendidikan
karakter bangsa dapat
terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran?
2.
Bagaimanakah cara mengimplementasikan pendidikan karakter Bangsa terintegrasikan ke dalam semua
mata pelajaran ?
3.
Bagaimanakah proses pengembangan pendidikan karakter bangsa?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan
yang terurai di atas maka penulis membuat tujuan sebagai berikut :
1.
Mengetahui apakah
pendidikan karakter
Bangsa dapat terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
2.
Mengetahui cara mengimplementasikan pendidikan karakter Bangsa terintegrasikan ke dalam semua
mata pelajaran.
3.
Mengetaui proses pengembangan pendidikan karakter bangsa.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam makalah ini akan
mengurai upaya sekolah mengembangkan Pendidikan
Karakter Bangsa dengan
mengkritisi implementasi pendidikan
karakter Bangsa dalam
keterpaduan pembelajaran. Kupasan selengkapnya mencakup rasionalisasi
keterpaduan, bentuk-bentuk pembelajaran
terpadu, skenario penerapan pendidikan
karakter Bangsa dalam
keterpaduan pembelajaran
BAB II
LANDASAN TEORI DAN
PEMBAHASAN
A. Rasionalisasi Keterpaduan
Pendidikan ke arah
terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggung jawab semua
guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian,
kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter
bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat
dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan
Pendidikan Karakter bangsa adalah
para guru yang relevan dengan Pendidikan
Karakter bangsa.
Tanpa terkecuali, semua guru
harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para
siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan
dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang
guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu
dengan memberikan contoh perilaku para
Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam
menjawab.
Sesungguhnya setiap guru
yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh
pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi
Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan
menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka
diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas
manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh karena itu,
menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi
dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata.
Hasil belajar atau
pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan
tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan Dampak langsung pengajaran
dinamakan dampak instruksional (instrucional
effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam
berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut
dampak pengiring (nurturant effects).
Tujuan utuh dari pengalaman
belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring.
Dampak pengiring adalah Pendidikan Karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak
dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan
belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan
seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). Dengan
penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya,
dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang
siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa
tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai
kemampuan Pendidikan Karakter bangsanya yaitu kemampuan
melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal
ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia
dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian
dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991).
Selain penilaian dilakukan
terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru
memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja
tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran
tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan,
selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa
itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan
yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran
dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya,
pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian,
seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata
pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
Berdasarkan pada
pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan dalam
pembelajarannya dengan semua mata pelajaran. Pendidikan Karakter
bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan
menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan
pelajaran hafalan yang membosankan."
B. Bentuk-Bentuk Pembelajaran
Terpadu Yang Bekarakter
Menurut Cohen dalam Degeng
(1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan
dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum
terpadu (integrated curriculum),
hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan
berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah
ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan
siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan
berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran
terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih
terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu
sebagai titik pusatnya (center core/center of interst).
C. Pendidikan Karakter Bangsa dalam Keterpaduan Pembelajaran
Pendidikan karakter bangsa
dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya
adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman
belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar
para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa. Variasi
belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan
percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun
individual.
Terselenggaranya variasi modus
belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran
oleh para guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan
ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam
seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan
konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu
diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa
baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati
kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh
pendidikan. Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario
pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan
Karakter bangsa
seperti contoh berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan dengan
semua mata pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu,
perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai
kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan Karakter bangsa (sebagai bagian dari
kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses
pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide,
kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap
semua mata pelajaran yang dimuati Pendidikan
Karakter bangsa.
Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan filosifi
kurikulum, model kurikulum,
pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan
dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang
akan dihasilkan, bentuk/formatSilabus, dan komponen
kurikulum yang harus dikembangkan.
Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran
empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar
pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen
haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang
terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan
kurikulum sebagai dokumen.
Dalam pembelajaran terpadu agar
pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus
dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi
pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para
siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata
bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang
perlu dikaitkan (Joni, 1996). Berkaitan dengan Pendidikan Karakter
bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan
pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada
perkembangan Pendidikan Karakter bangsa dan pengembangan kualitas
kemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori
dan pembahasan yang terurai ditas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Cukup beralasan bila Pendidikan
Karakter bangsa
dalam pembelajarannya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
Alasan-alasan itu adalah karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah
tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan yang berwibawa,
tujuan utuh pendidikan adalah membentuk sosok siswa secara utuh, pencapaian
pendidikan harus mencakupi dampak instruksional dan dampak pengiring.
2.
Implementasi Pendidikan Karakter bangsa terintegrasikan ke
dalam semua mata pelajaran, pengembangannya lebih memadai pada model kurikulum
terpadu dan pembelajaran terpadu dengan menentukan center core pada mata
pelajaran yang akan dibelajarkan.
3.
Proses pengembangan Pendidikan
Karakter bangsa sebagai
pembelajaran terpadu harus diproses seperti kurikulum lainya yaitu sebagai ide,
dokumen, dan proses; kejelian profesional dan penguasaan materi; dukungan
pendidikan luar sekolah; arahan spontan dan penguatan segera; penilaian
beragam; difusi, inovasi dan sosialisasi adalah komitmen-komitmen yang harus
diterima dan disikapi dalam pencanangan pembelajaran terpadu Pendidikan Karakter bangsa.
B. Saran-Saran
1.
Keterpaduan Pendidikan
Karakter adalah
kegiatan pendidikan. Pendidikan
Karakter diharapkan
menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan
sekolah untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya
2.
Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi
lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3.
Guru harus disiplin lebih dulu siswa pasti akan mengikuti
disiplin
Daftar Pustaka
Rachman, Maman. 2000.
Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda
Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7
Degeng, S
Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud.
Depdiknas, 2003,
Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pdndidikan Nasional,
www.depdiknas.go.id
Hasan, S. Hamid. 2000.
Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Joni, T. Raka. 1996.
Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Mulyana, 2003, Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus
Genad Senduk, 2004, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK,
Malang,Universitas negeri Malang.
Trianto, 2009, Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.
Waridjan. 1991. Tes Hasil
Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sumber http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-education-in.html
0 komentar:
Posting Komentar